Single Blog Title

This is a single blog caption
7 Jun 2021

[ARTIKEL BARU] Jalan-jalan ke Yunani bersama Dr. Maria Sekar Proborukmi

Oleh: Dasapta Erwin Irawan

Selamat untuk Dr. Maria Sekar Proborukmi (SINTA | GS), dosen KK Paleontologi dan Geologi Kuarter, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, atas terbitnya artikel berjudul Tectono-climatic controls of the early rift alluvial succession: Plio-Pleistocene Corinth Rift (<- tautan ke artikel).

Bu Maria, begitu namanya kerap dipanggil, bekerja dalam satu tim riset dari tiga negara, Perancis (Université de Lorraine), Indonesia (Institut Teknologi Bandung), dan Jerman (Leuphana University Lüneburg) untuk meneliti Corinth Rift. Kerjasama riset ini dilakukannya bersama RomainHemelsdaël, Julien Charreau, MaryFord, FabriceMalartre, BrigitteUrban, dan Pierre-HenriBlard.

Jalan-jalan ke Corinth Rift di Yunani

Corinth Rift adalah sebuah teluk yang terletak di Yunani. Selayaknya locorinth kasi lain di Yunani, teluk itu adalah salah satu daerah wisata (Peta dan foto-foto dari Google Maps). Pada musim panas (Juni – Agustus) suhu udaranya antara 25 hingga 27 derajat Celcius adalah saat yang tepat untuk jalan-jalan ke sana. Lokasi wisata alam dan sejarah berderet untuk dikunjungi.

Geologi Teluk Corinth

Alam perairan Teluk Corinth yang indah dibentuk oleh kondisi geologi yang “rumit”. Kalau dihitung ada lebih dari 20 garis sesar/patahan (normal/turun) yang telah teridentifikasi (lihat peta di bawah ini). Itupun hanya yang ada di darat, belum yang tidak terlihat karena terendam air. Sesar-sesar itu membentang dalam arah barat ke timur. Ada yang hanya 2 km panjangnya, tapi tidak sedikit yang panjangnya lebih dari 20 km.

Kenapa bisa ada banyak sesar normal di Teluk Corinth?

Teluk Corinth adalah sebuah lisu yang disebabkan oleh proses pemisahan (rifting) antara blok utara (daratan utama Yunani) dengan blok selatan (daratan Peloponnese). Daratan Peloponnese ini adalah kawasan yang berbentuk seperti telapak tangan (berwarna biru) pada gambar di bawah ini). Karena saling menjauh, maka daerah di tengahnya, yaitu Teluk Corinth, adalah sebuah cekungan yang makin dalam. Blok utara dan selatan itu menjauh dengan kecepatan 10 mm/tahun (bandingkan dengan kecepatan tumbukan lempeng di selatan Jawa yang 6,7 cm/tahun). Pergerakan itu dikendalikan oleh proses tektonik lempeng yang menggeser lempeng-lempeng bumi.

tautan ke artikel
Peloponnese (blue) within Greece
tautan ke artikel

Proses aluvial yang menarik

Di Teluk Corinth ada sistem Sungai Kalavryta yang diperkirakan sudah ada sejak umur Pliosen (5,3 hingga 2,6 juta tahun yang lalu). Karena usianya yang sangat tua untuk ukuran sebuah sungai, Sungai Kalavryta juga mengalami proses pemisahan (rifting). Sungai ini melewati beberapa sesar normal dan proses pengangkatan. Tim riset ingin mengidentifikasi berbagai proses tektonik dan perubahan iklim yang terekam di dalam sedimen sungai (lihat abstrak di bawah ini).

Salah satu yang dianalisis dalam riset ini adalah data polen. Polen adalah serbuk sari tumbuhan. Dengan mengkaji data polen, maka kita dapat memperkirakan situasi vegetasi masa lalu, yang kemudian membawa kita ke kondisi fisik dan iklim masa lalu. Hasil telaah sejarah berdasarkan polen ditampilkan dalam tabel berikut ini.

https://ars.els-cdn.com/content/image/1-s2.0-S0031018221002923-gr8_lrg.jpg
tautan ke artikel

Abstract

Proximal alluvial sediments represent a useful sedimentary archive to reconstruct the tectono-climatic history of continental rift basins. However, poor dating of coarse fluvial successions usually prevents high-resolution distinction of tectonic and climatic processes, and thus good determination of process rates. This paper pre- sents a dating study of Plio-Pleistocene Kalavryta river system during the early history of the Corinth Rift (northern Peloponnese, Greece) based on magnetostratigraphy and palynology. This river system developed across several active normal fault blocks that are now uplifted along the southern rift margin. The detailed sedimentary record constrains alluvial architectures from the proximal basin to the river outlet where small deltas built into a shallow lake. In four magnetostratigraphy sections the correlation to the reference scale relies on the identification of the Gauss/Matuyama magnetic reversal and biostratigraphic elements. The river system developed between about 3.6 to 1.8 Ma, with sediment accumulation rates (SARs) ranging from 0.40 to 0.75 mm yr− 1. SAR is lower in the alluvial fans than in the deltaic system, and higher at the centre of the normal fault depocentres than at the fault tip. By comparison with worldwide Cenozoic SARs, our values are higher but lie in the same range as those determined in coarse alluvial foreland basins. Moreover, in the context of overfilled intra-mountainous rift basins, these rates are minimum values and can be used as a proxy for accommodation rate. Therefore, early rift stratal wedges and growth synclines attest high sedimentation rates and also high rates of tectonic processes. Finally, in the distal river system, floral compositions and changes of vegetation deduced from palynological data are coherent with alternating fluvio-deltaic and shallow lacustrine deposits, which are linked to relative base level variations. Dry/cool climate is preferentially recorded during periods of low lake level, while the warm/moist climate is mainly recorded in prodelta deposits during periods of high lake level. This correlation suggests that, despite the dominant control of active faulting, climate is a key control of syn-rift stratigraphic architectures.

Tautan ke artikel

Hasil utama

Hasil utama yang didapatkan para peneliti adalah: bahwa endapan lisu di daerah barat terjadi sejak 3,6 dan 1,8 juta tahun yang lalu. Rentang umur tersebut menghasil tumpukan sedimen dengan laju penambahan tebal bervariasi antara 0,40 hingga 0,75 mm/tahun (bandingkan dengan laju sedimentasi Sungai Mahakam yang dapat mencapai 1,3 cm/tahun). Sungai ini telah melewati dua periode besar, yaitu periode interglasial dan glasial.

Tentang Bu Maria

Bu Maria Sekar Proborukmi adalah ilmuwan tiga negara. Beliau menyelesaikan pendidikan S1nya di Prodi Teknik Geologi ITB pada tahun 2007, kemudian lulus S2 dari Institut national Polytechnique De Lorr, Nancy – Perancis pada tahun 2011, kemudian mendapatkan gelar doktor dari Universitat Luneburg Jerman pada tahun 2017.

Saat ini Bu Maria bergabung dengan Kelompok Keilmuan Paleontologi dan Geologi Kuarter, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung.

EnglishIndonesia